Naskah Kuno Aceh Koleksi Benda Bersejarah
Kolektor Naskah Kuno Aceh,Tarmizi A. Hamid menghabiskan separuh usia dan hartanya untuk melestarikan peninggalan indatu. Agar anak cucu Aceh kelak bisa membaca kitab-kita kuno yang ditulis para lelehur mereka.
Upaya untuk menyelamatkan naskah kuno (manuskrip) Aceh terus dilakukan pria kelahiran Pidie, 06 Juni 1966 ini. Bahkan kini Pegawai Negeri Sipil (PNS) disalah satu instansi Pemerintah Aceh ini telah mendirikan Lembaga Rumoh Manuskrip Aceh yang beralamat Jalan Seroja, No.08/A, Ie Masen Kayee Adang, Banda Aceh.
Jelas Cek Midi (panggilan akrabnya) kepada media ini beberapa waktu lalu di kediamannya di Banda Aceh, latar belakang lahirnya Rumoh Manuskrip Aceh (kini sedang direhab) pada 28 April 2010, lantaran dia ingin menunaikan janjinya kepada masyarakat Aceh, agar 482 manuskrip Aceh koleksinya ini bisa dibaca masyarakat umum.
“Kalau dulu kan koleksi naskah-naskah saya ini lebih pribadi karena di rumah saya simpan. Kalau pribadi, orang segan mengunjungi rumah saya. Seperti janji saya dulu, naskah ini ditujukan kepada generasi seterusnya dengan tujuan mengumpulkan sebanyak-banyaknya manuskrip Aceh agar kedepannya, para akademisi, mahasiswa, peneliti, dan pecinta naskah kuno bisa mempelajari manuskrip ini,” jelas suami dari Nurul Husna ini lagi.
Rumoh Manuskrip Aceh miliknya ini tidak saja memajangkan semua koleksi naskah kuno miliknya, tetapi juga sebagai tempat untuk menjaga, mendistorasi, melakukan konservasi naskah, revertasi, digitalisasi, dokumentasi, dan serta publikasi terhadap naskah kuno itu sendiri.
Untuk itu dengan tangan terbuka, Ketua Umum Rumoh Manuskrip Aceh ini menerima dengan senang hati jika ada yang ingin menghibahkan atau menitipkan naskah-naskah kuno Aceh mereka di Rumoh Manuskrip Aceh untuk dijaga dan dilestarikan sehingga tidak rusak dan bisa dibaca generasi seterusnya.
“Manuskrip Aceh ini bukti kearifan, kecerdasan orang aceh tempo dulu. Juga nilai-nilai intelektualitas ulama tempo dulu. Nah, menurut saya orang Aceh sendiri harus mengetahui apa yang ditinggalkan dan diwariskan orang Aceh dulu. Maka itu Aceh harus memiliki Rumoh Manuskrip,” tegas alumni Fakultas Pertaniah Universitas Syiah Kuala ini seraya memperlihatkan naskah-naskah kuno hasil koleksinya itu.
Menurut cerita Cek Midi, tradisi penulisan Manuskrip Oleh pemikir Islam di Aceh di mulai dari abad ke-13 sampai abad ke-20, bedasarkan penulisan itu sendiri, Aceh mendapat puncak kegemilangnya yang sangat maju pada abad ke-17 melalui manuskrip.
Dengan rasa kepeduliannya, agar warisan leluhurnya ini bisa terus dibaca, maka pada 1995, pria berkulit hitam manis ini hunting dan mengumpulkan benda-benda peninggalan sejarah Aceh, dari satu hingga dua dan kini sudah ratusan terkumpul. (Sal/Saniah LS)
IN-BOX
Beberapa Judul Naskah Kuno Koleksinya:
BUSTANUS SALIKIN
Syekh Muhammad Khatib Lnggien
MANDHURUL AJLA
Pakeh Jalaluddin
SYIFAUL QULUB
Syekh Nurdin Hasanji Muhammad Hamid Ar- Raniry
DARUL FARAED
Syekh Nurdin Bin Hasanji Bin Muhammad Hamid
Ar-Raniry
HIDAYATUL HABIB
Syekh Nurdin Bin Hasanji Bin Muhammad Hamid
Ar-Raniry
TAMBEH
Syekh Syamsuddin
HILUDHIL
Syekh Nurdin Bin Ali Bin Hasanji Bin Muhammad
Ar-Raniry
THARIQAD ASYEK
Syekh Muhammad Asyek Bin Abdullah